Selasa, 28 Desember 2010

Orang Tua dan Anak

Mungkin banyak sekali cerita atau kejadian mengenai konflik antara orang tua dan anak, dari film atau sinetron, bahkan di dunia nyata. Saya ingin bercerita mengenai beberapa kisah konflik orang tua dan anak. Pada awalnya saya hendak memberi judul "Anak vs Orang Tua" pada tulisan ini. Akan tetapi, sepertinya terlalu ekstrem. Seakan-akan anak dan orang tua adalah musuh. Bagaimana pun juga mereka adalah orang tua dan anak, tak seharusnya bermusuhan. Okay, kisah ini bukan kisah mengenai saya, tetapi saya cukup mengetahui situasinya. Saya adalah orang luar dan saya mengambil sudut pandang si anak. Berhubung saya belum menjadi orang tua, jadi saya lebih mudah memahami perasaan si anak. Saya tidak mengetahui secara detail kisahnya, mungkin saya juga akan sedikit lebih mendramatisasi kisah ini.
*************************************************************************************

Kisah dimulai dengan sepasang suami istri yang sudah menikah sekitar lima tahun (tepatnya saya tidak tahu, saya hanya mengira-ngira saja). Sekian lama menikah, mereka belum juga dikaruniai anak. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengangkat anak. Anak tersebut perempuan dan masih memiliki hubungan darah dengan sang istri, yaitu keponakan sang istri, anak dari kakak sang istri.

Mereka berdua bahagia dengan kehadiran anak tersebut, terutama sang suami. Sang suami sangat memanjakan anak tersebut, semua keinginannya dipenuhi, sehingga anak tersebut menjadi anak yang manja. Setelah anak tersebut menginjak usia 9 tahun (saya juga hanya mengira-ngira), sang istri akhirnya hamil dan kemudian melahirkan anak laki-laki. Walaupun mereka sudah memiliki anak kandung, tetapi mereka tetap menyayangi anak angkat mereka.

Anak angkat mereka yang sudah lama jadi anak tunggal mungkin agak merasa mendapatkan saingan. Kadang ia bersikap egois dan tidak mau mengalah kepada adiknya. O iya, mereka tinggal di kampung halaman sang istri dan lebih dekat dengan keluarga sang istri. Keluarga besar sang istri sering berkumpul pada saat acara-acara besar seperti hari raya idul fitri. Saat keluarga besar berkumpul, sang anak angkat cenderung antisosial dan tidak bergaul dengan sepupu-sepupunya.

Ternyata setahun kemudian, sang istri melahirkan anak laki-laki lagi. Pada awalnya mereka merupakan keluarga bahagia. Namun, beberapa tahun kemudian sang suami ternyata selingkuh. Sang istri harus merawat anak-anaknya yang masih kecil sendirian karena sang suami jarang ada di rumah, yang lebih menyedihkan lagi nafkah dari sang suami berkurang, atau hampir tidak ada. Lebih parahnya lagi, sang suami mulai menjual harta istrinya tanpa sepengetahuan sang istri. Sang istri kadang harus mencari tambahan uang untuk membiayai anak-anak mereka. Beberapa kali ia mencoba membuka usaha, tetapi selalu kandas.

Keluarga sang istri tidak bisa membantu banyak, tetapi berusaha untuk menghibur dan mendukung sang istri. Keluarga sang istri kini sangat membenci sang suami dan menyalahkan si anak angkat karena tidak membantu ibunya. Saat ini sang anak angkat sudah berusia 16 tahun. Yeah, seharusnya dia berbakti kepada ibunya, walaupun bukan ibu kandung. Selama ini ibunya selalu merawat dan menyayanginya.

Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya akan mengambil sudut pandang sebagai sang anak. Selama sembilan tahun dia menjadi anak tunggal, selalu dimanjakan oleh orang tuanya. Apakah salah dia karena dia menjadi anak manja dan egois? Dia baru berusia 16 tahun, saat konflik menimpa keluarganya dia berusia lebih muda lagi. Menurut saya hal ini sangat berat untuk ditanggung oleh remaja putri berusia 16 tahun. Yeah, tau lah ya ABG kayak gimana. Saat teman-teman sebayanya menikmati hidup, dia menanggung sesuatu beban di pikirannya. Pasti kita sering mendengar kisah mengenai anak yang keluarganya berantakan. Tidak sedikit anak yang mengalami hal demikian terjerumus ke dalam hal-hal negatif (ga perlu saya sebutin lah ya). Udah untung tuh anak ga terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif. Kenapa sih si anak dipersalahkan? Dia memang tidak dipersalahkan atas kehancuran keluarganya, tetapi dia dituntut untuk meringankan beban ibunya. Memang tidak salah sih, memang sudah seharusnya sang anak berbakti. Namun, apakah kita juga tidak bisa memahami perasaannya? Dalam hal ini bukan hanya sang ibu yang menjadi korban dan satu-satunya yang harus dikasihani. Saya pikir mental sang anak sekarang pasti sudah terganggu. Si anak juga harus dikasihani dan diperhatikan. Oh come on, she's just a teenage girl with this kind of situation.

***********************************************************************************
Maaf, di akhir-akhir saya sedikit emosional. Wkwkwkwk...

Tidak ada komentar: