Jumat, 30 April 2010

Impian, Cita-cita, dan Sekitarnya

Hoooo...
Hari ini aku menghadap supervisorku. Sebenarnya hanya ingin meminta tanda tangan untuk formulir beasiswa voucher. Ternyata setelahnya aku disuruh untuk membuat proposal penelitian. Betapa senangnya hatiku saat mendengarnya. Akhirnya aku akan membuat proposal penelitian dan setelah itu pastinya akan melakukan penelitian. Akan tetapi, supervisorku mengatakan bahwa deadline pengajuan proposalnya adalah 25 Mei 2010. Itu artinya aku hanya punya waktu kurang dari sebulan untuk mengerjakannya.

Senang rasanya karena ada hal yang harus aku kerjakan untuk mengisi waktu luangku. Sebenarnya banyak hal yang harus aku urusi. Aku harus mengurus pendaftaran kuliah adikku, pendaftaran beasiswa voucherku. Selain itu, aku juga meminjam beberapa buku dan film dari teman-temanku yang belum semuanya kubaca atau kutonton. Hehe... Aku juga harus membaca paper-paper untuk bahan penelitian S3-ku.

Hal yang paling menyita perhatian dan menguras pikiranku adalah adikku. Adikku sudah dinyatakan lulus Ujian Nasional (UN). Selanjutnya, dia akan melanjutkan studinya. Akan tetapi, tidak semudah itu menentukan pilihan studinya. Keluarga kami bukanlah keluarga yang berpendidikan tinggi, juga bukan keluarga kaya.Bisnis keluarga kami sedang menurun. Ya, biasalah. Hidup itu kadang di atas kadang di bawah. Namun, alhamdulillah keluarga kami masih baik-baik saja. Ayahku sedang khawatir dengan biaya kuliah adikku. Berbeda dengan ayahku, yang paling kukhawatirkan adalah ke mana adikku akan melanjutkan studinya.

Adikku tidak seperti diriku yang memiliki cita-cita dan impian, tidak seperti diriku yang tidak ingin masa depanku diatur oleh orang lain. Akulah yang memilih jalan hidupku dan Allah yang menentukan. Lain halnya dengan adikku, aku tak tahu cita-citanya. Dia tak pernah bercerita kepadaku ingin menjadi apa dia kelak. Dia pun tidak membantah saat aku dan ayahku menentukan studinya. Saat masuk SMA, akulah yang memilihkan sekolah untuknya. Dia hanya menjawab, "Ya terserah teteh aja." Jawaban macam apa itu? Aku teringat kepada diriku saat akan masuk SMA. Pada awalnya orang tuaku akan mendaftarkanku ke SMA di dekat rumahku. Sekolah tersebut merupakan sekolah negeri terbaik di daerahku. Sudah merupakan kebanggaan jika bisa bersekolah di situ. Akan tetapi, aku menginginkan yang lain. Aku ingin sekolah di Kota Bandung dan SMA negeri terbaik di Kota Bandung adalah SMA Negeri 3 Bandung. Aku sampai menangis untuk meminta orang tuaku untuk mengizinkan aku mendaftar ke sana. Begitu juga saat ingin mendaftar ke ITB. Aku juga menangis-nangis.

Lalu bagaimana dengan adikku? Apakah dia terlalu introvert untuk mengemukakan keinginannya? Mungkin juga. Ayahku memang terkesan galak, tetapi sebenarnya lembut dan tidak otoriter. Namun, di mata kami, anak-anaknya, ayah adalah orang yang terlihat keras. Kadang aku pun sampai takut mengutarakan keinginanku. Aku mengungkapkan keinginanku selalu pada saat-saat terakhir.

Tidak ada komentar: