Jumat, 21 Mei 2010

Take Me to Your Heart

Hiding from the rain and snow
Trying to forget but I won't let go
Looking at a crowded street
Listening to my own heart beat

So many people all around the world
Tell me where do I find someone like you girl

Take me to your heart take me to your soul
Give me your hand before I'm old
Show me what love is - haven't got a clue
Show me that wonders can be true

They say nothing lasts forever
We're only here today
Love is now or never
Bring me far away

Take me to your heart take me to your soul
Give me your hand and hold me
Show me what love is - be my guiding star
It's easy take me to your heart

Standing on a mountain high
Looking at the moon through a clear blue sky
I should go and see some friends
But they don't really comprehend

Don't need too much talking without saying anything
All I need is someone who makes me wanna sing

Take me to your heart take me to your soul
Give me your hand before I'm old
Show me what love is - haven't got a clue
Show me that wonders can be true

Kamis, 20 Mei 2010

My First Post in English

Yesterday I got a mail from SPS ITB. Yeah, I was accepted as a doctoral student candidate in ITB, my beloved campus, the place where I spend my time the most. I really love this place, I do not know why. There were many memories for me, unforgetable memories. I found friends who have the same character with me, who understand me.

I always miss that moments, the moments when I laughed, became stressed, the exams, study orienatation, and so on. I always miss my friends too. Now, they are far from me. They have their own way. So do I, I have my own way altought without them.

Let them be a part of my life joutrney. Nothing immortal in this world, so do they. But, they always be in my heart. After they have gone, I felt so lonely. My new friends can't replace them. They are different. I can't feel the happiness like before.

I hope we can always meet. Yeah, at least we meet on the wedding party of one of us.

Selasa, 18 Mei 2010

Yah, Whatever Lah...

Fyuuuh...
Benar-benar minggu yang berat, sangat melibatkan emosi.
Yeah, seperti yang sudah disebutkan di postingan sebelumnya, adikku akan melanjutkan studinya ke perguruan tinggi. Selama ini kupikir adikku tertarik untuk melanjutkan studinya di ITB, kampusku. Jika melihat bakatnya sih, aku pikir dia sangat cocok untuk kuliah di jurusan teknik. Beberapa hari yang lalu di sempat berkata, "Aku masih bingung mau pilih elektro atau komputer." Yang aku tangkap sih Elektro ITB dan Informatika ITB. Wah, perlu perjuangan keras nih buat masuk STEI ITB.

Saat daftar USM ITB, dia benar-benar mengandalkanku, mulai dari daftar online sampai pengembalian berkas. Lain halnya saat pendaftaran SNMPTN, tanpa sepengetahuanku dia mendaftar online SNMPTN di sekolah dan betapa terkejutnya diriku karena yang dia pilih keduanya adalah UPI, Pendidikan Fisika dan Pendidikan Ilmu Komputer. Dia sama sekali tidak memilih ITB.

Kagetnya diriku saat melihat kartu peserta SNMPTN tersebut. Aku berharap dia akan kuliah di kampus gajah seperti diriku. Kecewa??? Ya sempat. Ternyata aku salah menilai adikku. Apakah dia benar-benar ingin menjadi guru? Kedua pilihannya adalah pendidikan. Terbersit pikiran negatif di kepalaku, jangan-jangan dia pilih UPI karena pacarnya pilih UPI juga. Ah, sudahlah, mau diapain lagi. Sudah daftar kok. Kupikir dia sudah besar, sudah saatnya dia menanggung semua konsekuensi yang dia pilih. Aku hanya bisa mendoakan semoga dia dapat yang terbaik. Yang tahu apa yang terbaik untuk kita hanyalah Allah SWT. Namun, kadang-kadang kita lupa akan hal tersebut. Kita tidak akan selalu mendapatkan apa yang kita inginkan.

Biarlah adikku memilih jalannya sendiri. Bukankah aku selalu ingin dia memilih jalannya sendiri, bukan karena paksaan keluarga. Aku jadi teringat film "3 Idiots", kita harus mengikuti apa passion kita. Jika itu adalah passion-nya, biarlah. Aku akan mendukung pilihannya selama pilihannya bukan hal yang negatif.

Rabu, 05 Mei 2010

My Brothers, I always Love You

Semua orang tua pasti mengharapkan anak-anaknya sukses dan berprestasi. Biasanya anak sulung yang dijadikan patokannya. Adik-adik si sulung pasti diharapkan setidaknya menyamai apa yang dicapai oleh si sulung, kalau bisa bahkan melebihi si sulung.

Sebagai anak sulung, selama ini aku merasa bahwa aku menetapkan standar yang terlalu tinggi  untuk adik-adikku. Bagaimana perasaan adik-adikku saat mereka dibanding-bandingkan dengan diriku? Mungkin rasanya menyakitkan. Umumnya orang tua akan bangga dengan prestasi anaknya seperti mendapatkan ranking di kelas, juara umum di sekolah, juara lomba matematika, dan lain-lain. Mungkin itulah yang menjadi tolak ukur keberhasilan sang anak.

Aku tidak berasal dari keluarga yang berpendidikan tinggi. Mungkin bisa dikatakan bahwa aku adalah orang pertama yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Errr, sebetulnya tidak juga sih, tetapi begitu mencolok berhubung aku kuliah di ITB. Sebagian sepupuku hanya sekolah sampai tingkat SD, semakin lama meningkat sampai SMA. Akan tetapi, tujuan mereka sekolah adalah untuk sekedar mendapatkan ijazah karena zaman sekarang untuk kerja di pabrik saja harus punya ijazah SMA.

Aku pikir karena adik-adikku memiliki gen yang sama dengan diriku, maka mereka akan sepertiku, mengikuti jejakku. Namun, secara akademis mereka sedikit jauh di bawahku. Sempat aku berpikir bahwa aku adalah pencilan di keluargaku, aku adalah kejadian langka. Mengapa adik-adikku bahkan tidak seperti diriku? Apakah ada yang salah dengan diriku?

Mungkin karena seringnya dibandingkan dengan diriku, adik-adikku tidak percaya diri untuk mengungkapkan pendapatnya, keinginannya, atau pilihannya. Setiap kali aku atau ayahku bertanya kepada mereka mengenai sekolah mana yang mereka inginkan, mereka selalu menjawab, "Terserah." Seakan-akan mereka pasrah dengan masa depan mereka. Mungkin juga mereka takut akan mengecewakanku dan orang tuaku jika mereka mengutarakan keinginan mereka.

Adikku yang kedua sudah dinyatakan lulus UN. Sekarang kami sekeluarga sedang bingung  memikirkan langkah selanjutnya untuk dia. Orang tuaku ingin dia kuliah di jurusan yang berprospek cerah dalam karir, sedangkan aku ingin dia masuk jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Aku ingin dia menikmati masa kuliahnya dengan penuh kebahagiaan. Namun, kami tidak tahu apa bakatnya. Dia pernah mengatakan bahwa suatu saat dia ingin membuat robot, adikku ini sepertinya terlalu banyak nonton film. Dia juga suka main game. Hampir setiap hari dia main game, sepertinya dia lebih banyak main game daripada belajar. Bagi sebagian orang game adalah suatu hal yang negatif yang membuat anak-anak malas belajar, menurutku juga begitu karena aku sempat kelabakan dikejar-kejar deadline tesis karena kebanyakan main game.

Adikku memainkan berbagai macam game mulai game action, strategi, RPG, sampai logika. Dia dapat menyelesaikan beberapa game dengan singkat. Sepertinya adikku berbakat dalam hal game. Kadang-kadang dia bercerita bagaimana dia bisa dengan mudah menyelesaikannya. Kupikir caranya menyelesaiakan game tersebut brilian, bahkan hal yang tak mungkin terpikirkan olehku. Secara logika dia jauh lebih unggul dariku, dari segi kreativitas juga. Cara berpikirnya lebih luas dariku yang berpikiran sempit ini. Aku teringat dulu saat dia masih SD dia pernah memperbaiki tamagochinya yang rusak, entah bagaimana caranya. Subhannallah, adikku keren sekali. Bakatnya bukan dalam hal akademis, tetapi lebih luar biasa menurutku. Kami tidak bisa dibandingkan karena bakat kami berbeda. Tidak ada yang salah denganku, tidak juga dengan keluargaku. Lain hal lagi dengan adik bungsuku, dia lebih menonjol dalam hal kepemimpinan dan bisnis. Ayahku juga luar biasa, walaupun beliau bukan insinyur, pendidikannya tidak tinggi, tetapi bisa memperbaiki beberapa barang elektronik. Ayahku bukan tukang reparasi sih, beliau hanya memperbaiki barang-barang elektronik di rumah, lumayan kami tidak perlu memanggil tukang reparasi untuk memperbaiki barang elektronik di rumah. Lalu ibuku? Ibuku juga hebat. Beliaulah manajer kami, yang mengatur semua kebutuhan kami.

Jadi, ke mana adikku akan melanjutkan studinya? Sampai saat ini belum diputuskan.

*narsis bener ga sih...

Jumat, 30 April 2010

Bulat dan Cantik


Banyak orang berpikiran bahwa wanita cantik itu pasti langsing, yang langsing lebih cantik. Oleh karena itu, banyak wanita yang ingin menjadi langsing dan yang sudah langsing akan menjaga tubuhnya agar tetap langsing. Lain halnya dengan diriku, walaupun sangat jauh dari langsing, aku merasa bahwa diriku sangat cantik (narsis mode : ON), apalagi jika tersenyum. Terserah apa anggapan orang tentang diriku, yang penting aku merasa bahwa diriku sangat cantik. Saat ini aku sedang menyukai foto di atas. Aku terlihat sangat cantik (menurut pendapat pribadiku). Mungkin karena foto ini diambil saat wisuda, sehingga wajahku tampak sangat berseri-seri.

Antara Kuliah di Luar Negeri dan Menikah

Hmmm...
Beberapa bulan lalu, sempat terpikirkan olehku niat untuk menikah setelah wisuda S2. Mengapa hal ini terlintas di pikiranku? Sebenarnya aku tidak terlalu memikirkan perihal pernikahan, yang sangat aku inginkan adalah melanjutkan studi di luar negeri. Aku sangat ingin kuliah di Eropa, terutama Jerman. Mengapa? Entahlah, negara ini tampaknya aman-aman saja dan sepertinya cukup terkemuka dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Niatku untuk studi di luar negeri sebenarnya ingin kulaksanakan saat menempuh S2. Akan tetapi, aku merasa belum siap untuk tinggal di negeri orang. Selain itu, orang tuaku juga tidak mengizinkan. Orang tuaku ingin aku bekerja dan kemudian menikah. Sederhana sekali. Namun, aku sedikit membelot. Aku ingin terus mendalami ilmuku. Aku ingin melanjutkan studiku, bahkan sampai ke luar negeri. Dosen pembimbingku pun menyarankan demikian. Namun, dengan alasan tidak disetujui orang tua, aku menolak saran dosen pembimbingku. Dosen pembimbingku berpendapat bahwa orang tuaku mungkin khawatir aku akan sulit menikah jika sudah S3. Para pria mungkin akan minder dengan wanita yang pendidikannya tinggi. Ya wajar sih, sejauh yang kudengar katanya mayoritas pria tidak suka jika pendampingnya memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi. Mungkin takut disepelekan oleh wanita tersebut atau memang sifat dasar pria yang tidak suka dikalahkan oleh wanita. Ah, aku tidak tahu.

Setelah kupikir-pikir. Mungkin benar aku harus menikah sebelum melanjutkan studiku. Orang tuaku mungkin akan mengizinkanku kuliah ke luar negeri jika aku sudah menikah. Sempat muncul keinginan untuk menikah setelah wisuda S2. Akan tetapi, setelah dipikir-pikir lagi, kok tampak niatnya tidak lurus, niat menikah karena ingin kuliah ke luar negeri. Niat yang salah. Lagipula dengan siapa aku akan menikah? Terlalu cepat jika aku harus menikah sebelum S3. Ya sudahlah, aku fokus dengan studiku saja.

Akhirnya aku mendaftar S3 di ITB. Masih ingin ke luar negeri sih, bahkan saat ini sangat-sangat ingin kuliah di luar negeri. Aku ingin melihat dunia luar, menambah wawasanku, ilmuku, pengetahuanku. Aku usahakan sebelum ke luar negeri akan menikah dulu. Berarti calon suamiku nanti harus yang mengizinkan aku untuk kuliah ke luar negeri. Jika memungkinkan dia juga punya tujuan yang sama denganku. Memang urusan pernikahan bukan hal yang mudah, lebih sulit dari urusan studi. Fyuuuuh...

Impian, Cita-cita, dan Sekitarnya

Hoooo...
Hari ini aku menghadap supervisorku. Sebenarnya hanya ingin meminta tanda tangan untuk formulir beasiswa voucher. Ternyata setelahnya aku disuruh untuk membuat proposal penelitian. Betapa senangnya hatiku saat mendengarnya. Akhirnya aku akan membuat proposal penelitian dan setelah itu pastinya akan melakukan penelitian. Akan tetapi, supervisorku mengatakan bahwa deadline pengajuan proposalnya adalah 25 Mei 2010. Itu artinya aku hanya punya waktu kurang dari sebulan untuk mengerjakannya.

Senang rasanya karena ada hal yang harus aku kerjakan untuk mengisi waktu luangku. Sebenarnya banyak hal yang harus aku urusi. Aku harus mengurus pendaftaran kuliah adikku, pendaftaran beasiswa voucherku. Selain itu, aku juga meminjam beberapa buku dan film dari teman-temanku yang belum semuanya kubaca atau kutonton. Hehe... Aku juga harus membaca paper-paper untuk bahan penelitian S3-ku.

Hal yang paling menyita perhatian dan menguras pikiranku adalah adikku. Adikku sudah dinyatakan lulus Ujian Nasional (UN). Selanjutnya, dia akan melanjutkan studinya. Akan tetapi, tidak semudah itu menentukan pilihan studinya. Keluarga kami bukanlah keluarga yang berpendidikan tinggi, juga bukan keluarga kaya.Bisnis keluarga kami sedang menurun. Ya, biasalah. Hidup itu kadang di atas kadang di bawah. Namun, alhamdulillah keluarga kami masih baik-baik saja. Ayahku sedang khawatir dengan biaya kuliah adikku. Berbeda dengan ayahku, yang paling kukhawatirkan adalah ke mana adikku akan melanjutkan studinya.

Adikku tidak seperti diriku yang memiliki cita-cita dan impian, tidak seperti diriku yang tidak ingin masa depanku diatur oleh orang lain. Akulah yang memilih jalan hidupku dan Allah yang menentukan. Lain halnya dengan adikku, aku tak tahu cita-citanya. Dia tak pernah bercerita kepadaku ingin menjadi apa dia kelak. Dia pun tidak membantah saat aku dan ayahku menentukan studinya. Saat masuk SMA, akulah yang memilihkan sekolah untuknya. Dia hanya menjawab, "Ya terserah teteh aja." Jawaban macam apa itu? Aku teringat kepada diriku saat akan masuk SMA. Pada awalnya orang tuaku akan mendaftarkanku ke SMA di dekat rumahku. Sekolah tersebut merupakan sekolah negeri terbaik di daerahku. Sudah merupakan kebanggaan jika bisa bersekolah di situ. Akan tetapi, aku menginginkan yang lain. Aku ingin sekolah di Kota Bandung dan SMA negeri terbaik di Kota Bandung adalah SMA Negeri 3 Bandung. Aku sampai menangis untuk meminta orang tuaku untuk mengizinkan aku mendaftar ke sana. Begitu juga saat ingin mendaftar ke ITB. Aku juga menangis-nangis.

Lalu bagaimana dengan adikku? Apakah dia terlalu introvert untuk mengemukakan keinginannya? Mungkin juga. Ayahku memang terkesan galak, tetapi sebenarnya lembut dan tidak otoriter. Namun, di mata kami, anak-anaknya, ayah adalah orang yang terlihat keras. Kadang aku pun sampai takut mengutarakan keinginanku. Aku mengungkapkan keinginanku selalu pada saat-saat terakhir.