Jumat, 02 Juli 2010

Would You Marry Me?

Menunggu sesuatu yang sangat menyebalkan bagiku
saat ku harus bersabar dan trus bersabar
menantikan kehadiran dirimu
entah sampai kapan aku harus menunggu
sesuatu yang sangat sulit tuk kujalani
hidup dalam kesendirian sepi tanpamu
kadang kuberpikir cari penggantimu
saat kau jauh disana
 

Gelisah sesaat saja tiada kabarmu kucuriga
entah penantianku takkan sia-sia
dan berikan satu jawaban pasti
entah sampai kapan aku harus bertahan
saat kau jauh disana rasa cemburu
merasuk kedalam pikiranku melayang
tak tentu arah tentang dirimu
apakah sama yang kau rasakan


Walau raga kita terpisah jauh
namun hati kita selalu dekat
bila kau rindu pejamkan matamu
dan rasakan a a a aku
kekuatan cinta kita takkan pernah rapuh
terhapus ruang dan waktu
percayakan kesetiaan ini
akan tulus a a ai aishiteru


Saat sendiri pikiran melayang terbang
perasaan resah gelisah
jalani kenyataan hidup tanpa gairah

Lupakan segala obsesi dan ambisimu
akhiri semuanya cukup sampai disini
dan buktikan pengorbanan cintamu untukku
kumohon kau kembali



Tahu lirik lagu ini?

Lagu ini kepunyaan band Zhifilia yang berjudul Aishiteru.
Saat lihat video klipnya, cerita yang saya tangkap adalah tentang seorang pria yang kekasihnya pergi ke Jepang, entah untuk studi di sana atau mungkin benar-benar orang Jepang. Jika lihat dari paragraf yang saya tebalkan, pada baris pertama tampak sepertinya sang wanita pergi ke Jepang untuk melanjutkan studinya atau mengejar karirnya.

Saat pertama mendengar lagu ini, saya rasa lagunya enak, kata-katanya pun cukup cerdas. Saya katakan cukup cerdas karena akhir-akhir ini banyak lagu-lagu Indonesia yang menggunakan lirik dengan bahasa gaul yang tidak enak didengar. Lirik lagu ini menggunakan bahasa yang lumayan baik.

Pertama kali dengar saya langsung suka lagu ini. Akan tetapi, makin saya perhatikan liriknya, terutama bagian yang ditebalkan, saya tertegun. Bagaimana jika hal itu terjadi kepada saya? Suami atau calon suami saya kelak mengatakan kata-kata yang ditebalkan tersebut? Jujur, saya bingung dan hal ini benar-benar mengganjal pikiran saya.

Saya punya cita-cita untuk S3 di luar negeri, mungkin Eropa, mungkin Jerman. Paling cepat tahun depan. Usia saya tahun depan adalah 25 tahun. Kuliah S3 paling cepat 3 tahun, mungkin kira-kira saya akan selesai 4 tahun. Jadi, saat saya selesai S3 dan kembali ke Indonesia usia saya sekitar 29 tahun. Sebagai seorang muslim, tentu saja saya ingin mengikuti sunah rasul untuk menikah. Akan tetapi, saat saya sudah lulus S3 usia saya sudah cukup tua karena dari yang saya dengar, agak berisiko untuk melahirkan anak pertama saat usia 30-an. Lagipula pria mungkin akan minder dengan wanita yang tingkat pendidikannya terlalu tinggi. Jadi, mungkin saya harus menikah sebelum lulus S3.

Sempat terlintas di pikiran saya untuk menikah sebelum pergi ke luar negeri. Akan tetapi, muncul kekhawatiran saya seperti pada lirik lagu tersebut. Saya merasa berat jika harus meninggalkan cita-cita saya, hal yang saya impikan sekian lama. Demi cita-cita saya tersebut, saya sampai agak berselisih dengan orang tua. Orang tua saya juga sebenarnya juga kurang setuju saya sekolah terlalu tinggi. Mereka ingin saya kerja kantoran, membiayai sekolah adik-adik, menikah dengan pria mapan, kemudian hidup dengan tenang dan berkecukupan. Akan tetapi, dengan sangat menyesal saya tidak bisa mewujudkan keinginan mereka. Sebagai seorang manusia, saya terlalu keras kepala dan egois. Orang tua saya sudah terbiasa mengalah dan membiarkan saya memilih langkah hidup saya. Namun, keputusan untuk S3 di luar negeri terlalu berat bagi mereka. Mereka mungkin mengkhawatirkan pernikahan saya, seperti kebanyakan orang tua lain yang sangat menaruh perhatian terhadap pernikahan putrinya. Tanggung jawab orang tua akan berakhir saat putrinya menikah dan tanggung jawab tersebut berpindah ke tangan suaminya.

Pernah saya berbincang dengan seseorang akhwat yang angkatannya di bawah saya dan sekarang sedang S2. Dia sudah menikah dan sedang hamil. Saya bertanya kepadanya apa yang akan dia lakukan jika suaminya tidak mengizinkan dia melanjutkan kuliah. Dia berkata bahwa dia akan berhenti. Saya salut kepadanya karena rela meninggalkan ambisi dan obsesinya demi suaminya. Saya berkata kepadanya bahwa saya mungkin tidak akan bisa seperti dia. Namun, dia berkata bahwa sebelumnya pun dia memiliki kekhawatiran seperti saya, tetapi ego tersebut terlepas saat dia sudah bertemu dengan orang yang tepat. Segala egonya tiba-tiba lepas.

Saya juga punya teman yang melepaskan segala tawaran yang menggiurkan demi ikut suami. Sebelum menikah, dia juga sempat bimbang seperti saya. Akan tetapi, karena dia sudah punya calon suami, akhirnya dia mantap untuk menikah dan ikut suaminya. Saya masih bebas saat ini, bebas merancang masa depan saya. Memang Allah lah yang Maha Menentukan, tetapi sebagai manusia kita harus merencanakan.

Inti dari tulisan ini: saya bingung menentukan rencana hidup saya selanjutnya.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

maaf bru komen.

skrg km mikir gmn klo bgni.."gmn klo bgtu"..
km tny knp tmen yg nikah melepas keinginannya tuk melanjutkan kuliah krn suami..gitu kn?

aq cm bs blg just let it flow.
pertama, bukannya mu menyinggung drimu..tp km kn blm tau rasanya pny pendamping hidup..blm tau bgmna mencintai org yg akan menemani qta seumur hdup km..
jd km blm bs mengerti keputusan mrka.

klopun tnyta nntinya km pny pendamping hidup. kalau 4JJI mengijinkan drimu mencapai cita2mu..insya4JJI suami km mengijinkan km tuk berkuliah lagi.

intinya pada saatnya nanti km akan mengerti keputusan yg tmn2 km telah buat.

selama blm bertemu dgn pendamping hidupmu, raihlah cita2mu itu ma!
semangat ma! ^^

Ecafery's Sister mengatakan...

Hooooooooo, thanks...
Okay, daku sekarang mau nyari2 info2 lagi mengenai beasiswa di luar negeri. Let it flow aja lah.
Rejeki ama jodoh mah ga akan ketuker.
Tapi ada satu pertanyaan yg mengganjal di pikranku.
Klo ujung2nya wanita harus ikut suami, trus apakah ga boleh wanita punya cita2 tinggi?